30 August 2021

Alun Alun Manunggal Gombong : Nongkrong Sambil Ngemil Ubi Bakar Cilembu

Alun Alun Gombong

Sore itu aku tuh lagi pengen ngemil ubi bakar cilembu yang anget yang baru keluar dari oven, nah salah satu tempat di kebumen yang menjual ubi bakar cilembu yang ueeenak tuh lokasinya agak jauh dari pusat kota, yaitu di depan Candisari Resto & Hotel. Basanya aku mampir ke warung ini pas ada kerjaan di Gombong dan sekitarnya, waktu pertama kali nyobain, aku langsung ketagihan, jadi setiap ada tugas/kerjaan ke arah barat, aku pasti mampir beli.
 

Tiba-tiba terlintas ide untuk beli ubi bakar, dibungkus lalu dimakan di sekitar Alun Alun Gombong.  Okelah, aku langsung cuss ke arah barat bersama pasukan rumah. 

Kondisi lalu lintas sore itu lumayan lancar, sekitar 25 menit perjalanan kita sampai juga di warung ubi bakar cilembu. Selain ubi, di warung ini juga dijual peuyeum, manisan pala, getuk goreng, berbagai keripik dan lain lain. Berbekal 2 keranjang ubi bakar cilembu, kita pun langsung cuss ke Alun Alun Gombong. Oia, harga ubi bakar cilembu ini 20 ribu per keranjang.
 


Dari warung ubi cilembu, kita hanya butuh waktu 10 menit saja untuk sampai ke alun alun. Lokasinya tidak berada persis di tepi jalan raya, tapi harus masuk gang dulu (arah selatan) yang berada di seberang Muncul Bursa Motor, atau bisa juga gang di sebelah baratnya. 

Rupanya Alun Alun Gombong ini sudah tertata dengan rapi ya. Sekeliling alun alun sudah dibuatkan jalan trotoar paving. Tempat jualan dipusatkan di sisi barat alun alun dan sedikit di sisi utara, selain kedai dan gerobak yang menjual makanan, juga ada wahana bermain anak, penyewaan mobil listrik, odong odong dan lain lain. Sedangkan di sisi selatan terdapat beberapa warung makan/cafe dan di pojokan selatan timur terdapat GOR dan lapangan basket yang sore itu ramai dipakai muda mudi latihan basket. Kalau melihat dari seragam yang dipakai, mereka sepertinya klub basket.


Setelah parkir kendaraan di spot parkir sisi utara alun alun, kita beli tahu bulat, kebetulan di samping tempat kita parkir ada mobil pick up yang menjual tahu bulat. Kirain beneran dadakan, eh ternyata tahunya udah digoreng, dan tinggal dimasukin ke plastik, kondisi tahunya pun udah enggak panas.

Lalu kita berjalan melewati trotoar, ke sisi barat, di sini kita berhenti sejenak karena si kecil pengen naik odong odong, sekitar 10 menit naik dengan membayar 5 ribu rupiah, kita lanjut jalan ke arah selatan, mencari tempat yang lebih tenang, karena di sisi barat ini rame banget.

Di sisi selatan alun alun terdapat beberapa ibu ibu nangkring dan menjual minuman seperti kopi dan pop ice. Aku pun mampir di salah satunya, pesan beberapa minuman dan beli makanan ringan.



Sambil minum minum es dan ngopi, kita buka bekal yang tadi kita beli di tengah perjalanan yaitu Ubi Bakar Cilembu. Wih ternyata masih hangat ubinya, bahkan pas dibelah, terlihat keluar asapnya, heuheuheu. Rasanya manis dan teksturnya lembut banget, ditambah aromanya yang wangi. Menurut info sih, aroma wangi ini bisa keluar maksimal kalau dibakar atau dipanggang, sedangkan kalau direbus hasil akhirnya enggak bakal sewangi dan semanis ini.

Cukup lama kita disini, beberapa bungkus jajan abis, ubi bakar juga abis disantap, sambil melihat lihat aktivitas orang orang di sekitar alun alun ini, ada yang main layang layang besar di tengah alun alun, ada yang jogging keliling, ada yang sepedaan, ada yang main game alias mabar, ada yang main basket di lapangan, dan ada pula yang cuma duduk duduk ngemil seperti kita.



***

Peta Lokasi Alun Alun Gombong

23 August 2021

Jalan Jalan Sore ke Sungai Bogowonto

 
Lokasi rumah orang tua yang dekat dengan sungai membuat aku dulu waktu kecil sering banget main di sungai, entah itu mandi mandi, lompat dari atas, nyari kerang, nyeser udang dan ikan dan bahkan pernah ikut Om-ku (paman) nyetrum ikan, heuheuheu. Untuk sungainya ada dua, sungai kecil yang merupakan sungai irigasi percabangan dari Sungai Bogowonto yang hulunya di Bendung Boro dan tentu saja Sungai Bogowontonya itu sendiri.
 
FYI, sungai bowonto ini mempunyai panjang sekitar 67 km yang hulunya ada di Gunung Sumbing dan hilirnya di Samudera Hindia. Penduduk di sepanjang Sungai Bogowonto ini memanfaatkan untuk sumberdaya perikanan baik secara tradisional dengan cara memancing atau menjala. Besarnya debit air Sungai Bogowonto juga dimanfaatkan untuk pengairan/ irigasi melalui sejumlah bendung. Ada 3 bendungan di sungai ini yakni Bendung Boro, Bendung Penungkulan, dan Bendung Triredjo / Sejiwan sebagai bendung paling atas. 
 
Saat ini sedang dilakukan pengembangan dan ekplorasi Sungai Bogowonto ini untuk sarana wisata kayaking dan arung jeram, yang beberapa waktu lalu, sebelum pandemi corona sempat viral.
 

Dulu, untuk ke sungai bogowonto, dari rumah tinggal jalan kaki aja ke arah bawah, melewati papringan (hutan bambu) lalu menyusuri tepian sungai kecil beberapa ratus meter ke arah utara, baru menyeberang melewati jembatan sungai kecil lalu jalan turun ke Sungai Bogowonto. Nah berhubung hutan bambunya sekarang udah jadi perumahan, jalan ke sungai pun ikutan lenyap, alhasil harus lewat jalan lain yang agak muter , enggak bisa langsung turun. Di sungai kecil ini, seperti biasa setiap sore atau pagi pasti ada yang beraktivitas disini, entah itu mencuci baju, main air, atau mandi mandi.


Sebelum turunan menuju Sungai Bogowonto ternyata sekarang ada fasilitas umum untuk bersih bersih, semacam kamar mandi gitu, keren deh. Jalan kecil yang berada di sebelah fasilitas umum ini lumayan sempit dan agak curam ke bawah, jadi harus hati hati, aku aja sampai kepleset karena licin, heuheuheu, alhamdulilah enggak apa apa, padahal sambil gendong si kecil.

Kondisi sungai bogowonto hari ini bisa dibilang sedang surut (jawa : asat), jadi bisa buat main air anak anak, untungnya enggak sedang meluap, bisa gagal dah main airnya. Sampai di sungainya, kurasakan tidak ada perbedaan yang berarti dengan kondisi beberapa tahun yang lalu, bahkan dengan kondisi waktu aku masih kecil juga tidak ada perubahan sama sekali.



Sungainya lebar, namun aliran air cuman ada di bagian tengah saja, dan kita pun berjalan kaki menuju kesana, untuk berjalan kesana kita harus hati hati, selain karena licin, ternyata banyak ranjau juga, haha, beberapa gundukan kotoran sapi/kerbau kulihat, ada yang masih segar, ada yang sudah mengering.

Ada dua anak dari kejauhan kulihat sedang mencari ikan, satu anak memegang seser, satunya lagi memegang ember kecil, sepertinya buat menampung hasil buruan. Dan benar saja, setelah mereka mendekat, aku coba lihat isi embernya, isinya ada ikan ikan kecil dan udang. Heuheuheu, bener bener mirip jaman kecilku dulu dah, mainnya ke sungai nyari ikan.

Aku jalan jalan keliling sungai, nyari nyari spot foto sembari liat liat sekitar, nostalgia, inget masa kecil dulu. Sedangkan si kecil asyik duduk sambil main air, kakaknya juga, tapi sekilas terlihat kakaknya agak kurang nyaman bermain air di sungai tidak seperti saat main air di pantai, tapi kalau si bungsu sih asyik asyik aja dia.

Menjelang maghrib, kita pun segera beranjak dari sungai ini, tidak ada sunset, karena matahari terbenam dibalik rimbunnya pohon bambu di arah barat.







16 August 2021

Taman Pokdarwis Mukti Marandesa Desa Sempor


Di area Waduk Sempor Kebumen, ada beberapa spot yang ramai dikunjungi wisatawan, salah satunya adalah di ujung timur waduk. Melihat di aplikasi Google Maps, terlihat spot ini bernama Taman Pokdarwis Mukti Marandesa Desa Sempor. 

Akses menuju kesana bisa dilewati kendaraan roda dua maupun empat, namun sekitar 100 meter sebelum lokasi, kondisi jalan sangat sempit, cuma cukup dilewati 1 kendaraan roda 4, untungnya kemarin pas lewat jalan tersebut enggak ketemu kendaraan lain.

Fasilitas parkir sudah disediakan, tidak terlalu luas sih, namun cukup untuk menampung beberapa kendaraan. Di salah satu sudut area parkir terdapat permainan anak seperti layaknya di TK, namun dengan kondisi yang kurang terawat.



Sore itu kondisi air di waduk sempor terlihat agak surut, lumayan jauh dari tepian jalan. Padahal kalau sedang musim penghujan, bibir air danau sangat dekat dengan jalan. Terdapat wahana perahu wisata di sini, jadi pengunjung yang datang bisa berkeliling waduk dengan menaiki perahu tersebut, namun kurang tahu berapa tarifnya. Dengan kondisi air yang surut seperti ini, ada untungnya juga sih, tepian danau yang sedang tidak tersentuh air menjadi padang rumput hijau, kala itu ada beberapa muda mudi yang foto foto di spot ini. Oke juga kayaknya hasilnya.



Di tepian waduk, dibangun berjajar rumah rumahan dari bambu, tempat ini merupakan tempat untuk makan, sedangkan warungnya ada di area parkiran. Jadi kita pesan makanannya ke warungnya, lalu bisa duduk di rumah rumahan ini. Diantara rumah rumahan ini ada spot foto selfie, terbuat dari kayu kayu, dengan jembatan kayu sepanjang 3 meter untuk mengaksesnya. Meski ada kursi bambunya, sepertinya ini tempat buat foto foto aja, bukan buat makan, tapi enggak tahu juga sih, heuheuheu. Tidak ada biaya untuk bisa menikmati fasilitas spot selfie ini, tapi terdapat kotak yang bisa dimasukin uang seikhlasnya.




Awalnya pas ngelihat rumah rumah kayu ini pengen makan dsini, tapi setelah muter muter keliling dahulu, perasaan itu hilang. Jadi kita disini hanya foto foto saja, jalan berkeliling, lalu balik ke parkiran, dan memutuskan untuk pindah spot nongkrong. Masih tetap di area Waduk Sempor sih, cuma bukan disni.

***

Peta Lokasi Taman Pokdarwis Mukti Marandesa




9 August 2021

Kledung Park Temanggung : Wisata di Antara Gunung Sindoro dan Sumbing


Hari itu seharusnya sih kita berangkat pagi dari Purworejo ke sekitar Wonosobo, buat jalan jalan ke kebun teh, menikmati pemandangan diantara Gunung Sindoro dan Sumbing, serta makan makan di sana. Tapi ternyata kenyataannya tidak sesuai rencana, kita berangkat dari Purworejo saja baru sekitar jam 11 siang, heuheuheu, melewati jalur Purworejo - Wonosobo yang menanjak, menikung dan banyak lubang. Hal ini membuat kita sampai daerah tujuan sudah sangat siang, bahkan melewati jam makan siang.
 
Sampai di persimpangan Pasar Kertek, Wonosobo aku langsung arahkan kendaraan ke kanan ke arah Temanggung,  kayaknya sih engak bakal sempet buat mampir mampir ke pusat kota Wonosobo, lagian perut juga udah laper.



Jalan Wonosobo - Temanggung ini sungguh keren abis deh, menanjak, jalan lebar dan mulus, kanan kiri pemandangannya cantik banget, kalau pas enggak ada kabut bakal keliatan gunung sindoro dan sumbing. Nah di jalur ini kita bakal melewati beberapa tempat makan sekaligus tempat nongkrong, seperti Warung Joglo, Sinsu Edupark, Kaki Bumi dan Kledung Park.

Enggak nyangka sih, ternyata rame rame semua tempatnya, terlihat dari tempat parkirnya yang penuh oleh kendaraan, baik itu roda dua maupun roda empat. Hingga akhirnya pilihan jatuh kepada pilihan terakhir yaitu Kledung Park. Tempat ini terlihat penuh sih tempat parkirnya, namun masih ada tempat kosong.



Dari luar terlihat tempat ini adalah taman penuh tanaman dan bunga, namun ada satu bangunan di tengah yang merupakan tempat makan. Bangunannya tidak terlalu besar, bila dibandingkan dengan keseluruhan area. Untuk tempat duduknya bisa pilih indoor, outdoor atau di lantai 2. Berhubung cuaca enggak menentu, kita pilih di indoor saja, daripada repot nanti pas tiba tiba ujan.

Dan benar saja, baru beberapa menit duduk, sembari pilih pilih menu makanan, eh hujan tiba tiba turun, pengunjung yang sudah duduk di area outdoor pun berlarian menyelamatkan diri dari serbuan tetes tetes air hujan.

Pilihan menu yang tersedia bisa dibilang lumayan banyak, dari yang ringan sampai yang berat, dari yang dingin sampai yang panas. Beberapa menu yang kita pesen adalah Nasi Goreng, Mendoan, Mie Kuah, Snack Platter, Mie Goreng, Nasi Bakar dan beberapa minuman.






Jarang jarang nih kita jalan jalan di tempat yang dingin gini, gimana enggak dingin, lha lokasinya ada diantara 2 gunung, yaitu Sumbing dan Sindoro. Bahkan kopi panas yang kupesen saja, cepet banget dingin, heuheuheu, baru beberapa seruput udah enggak panas lagi. Dari beberapa menu yang kita pesen, yang paling juara sih nasi bakarnya, mantap jiwa. Oia untuk menu mendoannya, ini bukan mendoan ya, tapi tempe goreng tepung biasa, padahal bentuk, tekstur dan rasanya tuh beda lho antara mendoan dan tempe goreng tepung, heuheuheu. Enak sih, cuman bukan mendoan.
 




Setelah kenyang makan, dan hujan kembali reda, kita jalan jalan ke belakang. Di arena ini ada Taman Kelinci, nah untuk masuk ke taman kelinci ini kita tinggal bayar aja ke kasir, tarifnya 15 ribu rupiah untuk satu anak dan satu pendamping. Kita akan mendapat 1 keranjang berisi wortel, dan bisa main main di dalam area taman sambil memberi makan kelinci sepuasnya. Seru banget sih ini buat anak anak, kalian kalau bawa anak anak kesini wajib masuk ke area taman kelinci.
 
Nah di arah belakang taman kelinci ini terdapat area camping lho, sudah ada 1 tenda yang terpasang dengan background cantik gunung sindoro. Kayaknya sih ini disewakan ya.. Aku enggak nanya harga sewanya berapa. Kemudian di samping area ini ada fasilitas toilet dan musholla, selain itu juga ada area penjualan bibit bibit bunga.
 


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 



2 August 2021

Alun Alun Banjarnegara Dengan Ciri Khasnya Patung Dawet Ayu


Beberapa waktu yang lalu, setelah kita jalan jalan keliling Surya Yudha Park 2, sebenernya kita bingung tuh mau kemana lagi, mau mampir ke tempat wisata lain, nanggung udah agak sore, tapi kalau langsung pulang juga nanggung, masa cuman dapat 1 objek aja di Banjarnegara. Hingga akhirnya aku putuskan untuk mampir sebentar di Alun Alun Banjarnegara yang lokasinya tidak jauh dari Surya Yudha Park 2.

Kondisi Alun Alun waktu itu bisa dibilang sepi, karena kita datang di waktu yang nanggung sih, mungkin kalau lebih sorean akan ramai. 

Dengan melewati Jalan Dipayuda, Jalan Jend Ahmad Yani, lalu Jalan Pemuda, aku parkirkan kendaraan di sebelah selatan (seberang) alun alun, tepatnya di depan Bank BRI. Dari situ kita menyeberang Jalan Pemuda dan langsung menuju tulisan besar "BANJARNEGARA" berwarna kuning keemasan. 


Huruf huruf besar ini sangat mencolok, terutama bagi pengendara yang sedang melewati Jalan Pemuda. Di belakang huruf huruf tersebut terdapat patung penjual Dawet Ayu yang terdiri dari Bapak dan Ibu, lengkap dengan pikulannya. Uniknya, kedua sosok patung tersebut menggunakan baju hitam dan bermasker. Maskernya berupa masker kain asli, mungkin benda itu sengaja dipasang untuk mengingatkan pengunjung agar tetap menjaga protokol kesehatan yaitu mengenakan masker, berhubung sampai saat ini (awal 2021) pandemi Corona masih juga belum reda. 

FYI, Dawet Ayu sendiri adalah kuliner khas Kabupaten Banjarnegara yang berupa minuman yang sangat menyegarkan. Kuliner ini mudah ditemukan di pasar pasar tradisional, bukan hanya di Banjarnegara sendiri, bahkan di kota kota lain pun aku pernah menjumpai, seperti halnya di Kota Mataram, NTB. Dulu beberapa kali beli dawet ayu khas banjarnegara ini di Jalan Majapahit, dekat Kantor Polda NTB, enggak tahu sekarang masih mangkal disana atau enggak.

Nah di belakang patung penjual Dawet Ayu, terdapat tulisan Banjarnegara Gilar Gilar  dan tulisan Alun Alun di bawahnya. Gilar Gilar adalah semboyan Kabupaten Banjarnegara yang diciptakan oleh H Endro Soewarjo, Bupati Banjarnegara tahun 1986 - 1991. Semboyan "Gilar-gilar" sendiri sudah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Tingkat II Banjarnegara Nomor 21 Tahun 1990 tentang Semboyan Kehidupan Masyarakat Banjarnegara. Gilar-gilar merupakan slogan yang mewakili sembilan aspek kehidupan dan mencerminkan cita-cita Kabupaten Banjarnegara. Nah Sembilan aspek tersebut, meliputi bersih, tertib, teratur, indah, aman, nyaman,tentram, sopan, dan sehat.
 


Setelah foto foto di depan patung penjual dawet, kita pun berjalan masuk ke area alun alunnya. Ciri khas alun alun sangat kentara di disini, yaitu ada pohon beringin, dan masjid agung di sebelah baratnya. Untuk menuju ke tengah alun alun, sudah dibuatkan jalan beton dengan paving di atasnya, pavingnya dicat dengan motif/corak tertentu kombinasi warna merah kuning dan hitam, membuat jalan ini jadi atraktif, selain itu di kanan kirinya ditempatkan pot pot besar berisi tanaman bunga bougenvil, beberapa ada yang berbunga, beberapa tidak. 
 
Sampai ke tengah, area alun alun juga diperkeras mengelilingi Pohon Beringin yang berada persis di tengah tengah alun alun. Dimana di sekeliling pohon ini dibuatkan juga pagar dan tempat duduk. Untungnya matahari sebagian tertutup awan, sehingga tidak terasa terik di tengah alun alun ini. Pohon Beringin di tengah alun alun ini keberadaannya tidak terlalu membantu untuk meneduhkan, karena ukurannya yang tidak besar dan tidak rimbun daunnya.



Di sisi utara alun alun sebenernya terdapat bangunan Pendopo dan taman yang sepertinya teduh karena banyak pepohonan di antaranya. Namun kita enggak sampai jalan kesana, hanya sampai di tengah alun alun, foto foto dan istirahat sebentar duduk di dekat pohon beringin.
 
Nah pas jalan balik ke parkiran, ternyata di bawah tulisan Gilar Gilar tuh terdapat Prasasti. Tadi pas masuk alun alun enggak kelihatan prasasti ini. Sekilas aku baca, prasasti ini dimaksudkan untuk memperingati Jasa Jasa Rakyat Daerah dan merupakan penghargaan setinggi tingginya kepada para prajurit  pejuang divisi II / Gunung Jati atas pengorbanannya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Mantaaap
 
***
 
Peta Lokasi Alun Alun Banjarnegara