26 October 2020

Piknik di Bukit Lelogama Amfoang (Fatumonas)

Rasa penasaranku akan keindahan bukit bukit di Lelogama akhirnya terobati, setelah beberapa waktu lalu gagal masuk area lelogama karena diportal petugas, di Bulan Juli 2020 ini kita sukses piknik di Lelogama.
 
FYI Lelogama ini lokasinya di daerah Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang, berjarak kira kira 110 km dari kota kupang, yang dapat ditempuh dalam waktu 2,5 jam saja.  

Perjalanan ke Lelogama bisa dibilang lancar, jalan sudah aspal mulus namun berkelak kelok, naik turun dan di salah satu titik tanjakannya lumayan curam plus membentuk huruf S berkali kali. Jadi sebelum kesini nanti, kalian harus perhatikan kondisi kendaraan ya, dipastikan prima.
 
Pemberhentian pertama kita adalah sebuah spot di area Hutan Ampupu, ya kira kira sekitar 4 kilometer sebelum tujuan utama. Di spot ini enggak ada apa apa sih cuma hutan tapi kalau dilihat dari dalam kendaraan, rasanya tuh pengen banget buat turun dan foto foto sejenak. Kita pun enggak bisa menahan godaan itu, heuheuhe.
 


Begitu turun dari Mobil, udara segar hutan ampupu langsung menyambut kita, huaaa segar sekali. Meskipun matahari terik, tapi hawa disini terasa sejuk.
 
Setelah mendapatkan beberapa foto yang diinginkan,  kita lanjutkan perjalanan. Mobil melaju dengan perlahan sembari melihat kanan kiri siapa tahu ada spot cantik untuk foto foto.

Sampai kita tiba di sebuah tikungan ke kanan yang dimana di pojokan tikungan tersebut terdapat satu pohon besar yang lumayan rindang di bawahnya. Berhubung ini sudah masuk waktu untuk makan siang, aku pun menghentikan kendaraan di tepi jalan, lalu mengangkut perbekalan dari bagasi ke bawah pohon.



Lumayan lama kita bersantai di spot ini. Aduh rasanya tuh pengen tiduran seharian dsini, heuheuheu, udah adem, sejuk, plus diiringi suara daun bergesekan karena angin dan suara burung burung, si kecil juga kegirangan lari kesana kemari, mungkin mereka bosen kelamaan di dalam kendaraan, alhamdulilah untungnya enggak ada yang mabok kendaraan. Karena kalau udah mabok kendaraan, moodnya jadi berubah, enggak ceria lagi.

Setelah hampir 2 jam bersantai di bawah pohon ini, kita pun segera berkemas dan melanjutkan perjalanan ke bukit lelogama, udah deket banget sih kalau kulihat dari peta.


Kalau kalian kesini naik mobil, pastikan ya kaca jendelanya dibuka, biar kita bisa merasakan segarnya angin surga lelogama, heuheuheu. 

Nah dari tempat kita piknik tadi, tinggal lanjut aja sekitar satu setengah kilometer melewati jalan aspal mulus hingga bertemu pertigaan, nah di pertigaan ini awalnya kita bingung, mau ambil kiri atau kanan, untungnya disini sinyal si merah lancar, jadi google maps bisa dibuka. Jadi berdasarkan info dari google maps, kalau ke kiri nanti akan sampai ke objek wisata Batu Basusun, Air terjun dll, sedangkan yang arah kanan akan menuju pasar lelogama, bukit fatumonas dan paling ujung sana ada Gunung Timau dengan proyek Observatoriumnya yang sedang proses pembangunan.

Nah kita ambil arah kanan keluar aspal, mulai dari pertigaan ini jalanan berubah menjadi tanah berbatu kerikil yang sudah siap diaspal dengan beberapa alat berat yang terparkir di sisi jalan. Mungkin saat kalian baca postingan ini, jalan tersebut sudah selesai diaspal.

Jalan naik ke Puncak Bukit Sabana Fatumonas ada di depan Pasar Lelogama, namun kita enggak langsung naik, melainkan lurus dahulu mengikuti jalur ini, masih penasaran sih, siapa tahu ada spot bagus buat foto.





Perjalanan terhenti saat jalan semakin parah dan berubah menjadi jalan tanah berdebu. Sebelum puter balik, kita sempetkan turun dahulu untuk foto foto di salah satu spot pohon tumbang.
 
Habis itu kita balik lagi sampai ke depan pasar lelogama, nah niat awalnya sih memang mau naik ke puncak bukit sabana fatumonas dengan parkir mobil di tepi jalan lalu jalan kaki naik, tapi kulihat banyak mobil naik sampai puncak, dan ternyata memang ada jalannya, tapi ya itu menanjak bukit, heuheuheu, akhirnya aku nekat naik ke atas pake mobil, dan alhamdulilah bisa juga, sempet ragu di awal sih karena ban udah mulai mulus, takut selip.
 





 
Suasana di atas sini ternyata rame banget, heuheuheu, untungnya sih pada pake Masker semua. Oia disini tidak ada petugas penjaga tiket masuk atau petugas parkir ya, jadi free alias gratis.
 
Sebagian besar dari pengunjung disini kegiatannya adalah foto foto, baik itu foto selfie/sendiri maupun rame rame, tapi tidak terdeteksi yang lagi main tiktok, beberapa yang lain ada yang cuma duduk duduk aja, ada yang jalan jalan keliling sabana, ada pula yang piknik makan siang gelar tiker.

Bila kalian lihat dari foto foto di atas, kayak panas banget ya hawa di situ, heuheuheu, tapi jangan salah, hawanya adem gaess, cuman silau aja, harusnya sih pake topi nih, atau pakai kacamata item.


Lumayan lama sih kita di area Fatumonas ini, hingga jam 4 sore sesuai rencana awal, kita harus segera cabut untuk balik ke Kota Kupang.  Alhamdulilah trip ke Lelogama kali ini sukses, kembali ke rumah dengan selamat, anak anak pun happy.
 

***

Peta Lokasi Bukit Sabana Fatumonas, Lelogama

19 October 2020

Berendam di Pantai Manikin

 
Rasa bosan melanda di Minggu sore, besok pagi kerja masak libur 2 hari cuma baring di kasur aja. Ya sudah akhirnya kuajak personil lengkap untuk jalan jalan keluar, ke pantai nyari sunset. Nah di kondisi pandemi sekarang ini yang bikin was was bila bertemu kerumunan atau keramaian, aku pun memilih lokasi pantai yang enggak rame tapi juga enggak terlalu jauh, mengingat ini udah jam 3 sore. Aku enggak mau kejadian seperti di Pantai Haubenkase terulang lagi, nyampe pantai pas matahari udah terbenam, heuheuheu.

Pilihan jatuh pada Pantai Manikin yang lokasinya cuma 13 km dari pusat Kota Kupang, secara administratif masuk wilayah Tarus, Kec Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Kalau dilihat di peta sih, ini adalah pantai pertama setelah perbatasan Kota Kupang dan Kab Kupang.

 
Jalan Masuk ke Pantai Manikin ini mudah banget ditemukan, karena berada persis di seberang Gereja GMIT Jemaat Ebenhaezer Tarus Barat, di Jalan Timor Raya. Nah dari jalan utama tadi, kita harus menempuh sekitar 2 km melalui jalan aspal yang lumayan sempit namun masih bisa untuk papapan 2 mobil, enggak seperti jalan masuk ke Pantai Sulamanda yang cuma cukup untuk 1 mobil. Oia by the way, pantai manikin ini bersebelahan dengan Pantai Sulamanda dengan karakteristik yang sama yaitu melewati lahan perkampungan dan persawahan sebelum sampai ke pantainya.
 
Di gerbang masuk ke pantai manikin ada 3 orang pemuda yang menjaga portal, disini pengunjung harus membayar sejumlah uang untuk bisa masuk. Nah untuk mobil bayarnya 10 ribu saja, enggak melihat berapa orang yang ada di dalam mobil. Dsini aku enggak menulis biaya "tiket masuk" ya, karena memang enggak ada wujud fisik tiket kertas nya. 

Dari gerbang, jalan aspal mengarah ke kiri menyusuri pantai di bawah rindangnya pepohonan, kulihat ada beberapa lopo / gazebo yang bisa dimanfaatkan pengunjung, tapi enggak tahu ya gratis atau bayar, karena kita tetep lanjut ke arah kiri hingga jalan aspal habis dan ketemu sebuah warung kopi, di sebelah warung tersebutlah kita parkirkan kendaraan.


 
Berhubung tadi enggak tidur siang, aku pun pesen kopi di warung tersebut, biar segeran dikit, sementara itu si kecil lagi pada makan di dalam mobil dengan sekotak nasi sayur lauk yang kita bawa dari rumah. Warung kopi ini sangat sederhana sekali hanya terbuat dari 4 batang pohon yang menjadi tiang, beratap daun kering, dengan dua meja, 3 bangku panjang dari kayu dan bambu serta dua kursi plastik berwarna hijau.

Sambil duduk di salah satu bangku warung, aku pun seruput seruput kopi, huaaah mantap. Karena matahari masih lumayan terik, setelah makan si kecil pun main main pasir di sekitar warung ini. Kulihat sih pasir ini sepertinya bercampur debu tanah deh, karena kalau pas melangkah jalan di pasirnya, debunya langsung terbang keangkat. 


 
Matahari mulai beranjak turun, kita pun bergegas jalan mendekat ke pantai. Pasir di pantai ini bercampur dengan batu batu, awalnya sih aku ngerasa agak kecewa karena si kecil jadi enggak leluasa main pasir. Tapi kita iseng jalan ke tengah mendekat ke garis pantai nya melewati bebatuan, kalau dirasa rasa ini mirip jalan di sungai, batunya sama kaya batu batu di sungai gitu.

Eh ternyata di bagian batu batu yang terendam air laut seru juga buat main air basah basahan, airnya jernih bersih dan enggak ada ombak. Kutaruh dah si kecil disitu, eh dia suka donk, duduk sambil pukul pukul air, heuheuheu, sedangkan kakaknya asyik narik mobil mobilan menggunakan tali keliling pantai.





Semakin sore, air laut semakin pasang, ini sangat terlihat karena tempat si kecil duduk lama lama makin tinggi airnya, saat sudah agak tinggi, kita bergeser ke arah tepian, enggak lama eh makin tinggi lagi, heuheuheu, terhitung sampai 3 kali kita pindah lokasi ke tepian.

Seberes matahari terbenam, kita pun beranjak dari tempat ini, menuju parkiran, bilas bilas, gantiin baju si kecil lalu pulang. Nah untuk bilasnya kita pakai air sendiri, kita memang selalu siap bawa air bersih dimasukkan galon kecil saat jalan jalan gini.
 

***

Peta Lokasi Pantai Manikin Kupang


12 October 2020

Singgah di Taman Wisata Alam Camplong

 
Dalam perjalanan pulang "Timor Overland" dari Soe ke Kupang, aku sengaja menghentikan kendaraan di kawasan hutan camplong, tepatnya di Taman Wisata Alam Camplong. Karena berada persis di tepi jalur utama Kupang-Soe, aku udah sering melewati depan taman ini, namun belum pernah benar benar singgah.

Dilihat sekilas, tempat ini suasananya mirip Wisata Suranadi ataupun Sesaot di Lombok, tapi sekilas aja sih, nah karena penasaran aku pun kali ini coba ngulik spot taman ini.


 
Enggak langsung masuk, aku nongkrong dulu di warung kopi yang berada di seberang pintu masuk Taman Wisata Alam Camplong, duduk sendiri ngopi, ngemil sambil menikmati pemandangan sekitar sini, sedangkan si kecil lagi tidur di mobil. Lalu lintas siang ini tidak terlalu ramai, yang nongkrong di warung warung sekitar sini juga sedikit.

Setelah kopi dan cemilan habis, aku segera membayar dan berjalan menyeberang buat masuk ke area Taman Wisata Alam Camplong. Di depan pintu masuk terpampang harga tiket masuknya, sedangkan pos penjagaan nihil petugas, jalan masukpun diportal, namun untuk pejalan kaki masih bisa masuk . Karena enggak ada yang menjaga, aku pun langsung masuk aja.


 
Hawa sejuk langsung terasa sesaat setelah memasuki taman ini, ditambah suara daun bergesekan ditiup angin dan kicauan burung yang saling bersahutan, huhuhu syahdu sekaliii.

FYI menurut informasi yang aku baca, kawasan hutan Taman Wisata Alam Camplong ini luasnya 697 hektar dan terletak pada empat wilayah desa yaitu: Desa Camplong I, Desa Camplong II, Desa Naunu dan Desa Oebola. Keempat Desa tersebut berada dalam wilayah Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang.
 
Nama Camplong sendiri diambil dari nama Sanaplong (beberapa sumber menyebutnya “Sanaplo”), yaitu bahasa Dawan untuk jenis pohon Calophyllum inophyllum. Menurut hikayat, pohon Sanaplong adalah induk dari pepohonan di hutan Camplong. Buah pohon ini dulunya dipakai orang Timor sebagai bahan bakar penerang. Sanaplong dan keturunannya yang telah menyusun kawasan hutan dan memberikan manfaat terutama jasa air, oleh masyarakat namanya diabadikan sebagai nama daerah Camplong. 




 
Di bagian dalam taman ini, pepohonan lumayan rimbun, di bagian tengah terdapat kolam yang saat itu banyak anak anak yang sedang mandi mandi main air. Di sekitar sini juga terdapat beberapa Lopo / Gazebo yang bisa dimanfaatkan pengunjung untuk bersantai, piknik atau makan makan bersama keluarga. Trek untuk berjalan kaki keliling taman juga disediakan, pengunjung bisa menyusuri trek ini menikmati sejuknya taman camplong, di bagian lebih dalam terdapat Goa yang yang bernama Goa Prasejarah Oenaek.
 
Goa alam ini dahulu saat era kerajaan menjadi tempat pertahanan/persembunyian para meo (panglima tentara) kerajaan dari serangan musuh. Goa goa alam di TWA Camplong juga menjadi habitat bagi beberapa satwa, misalnya ular, sehingga pengunjung perlu berhati-hati saat berada di dalamnya. Kalau aku sih enggak sampai masuk ya, cuman foto aja dari kejauhan, serem cuy, heuheuheu.
 

 
Sebenernya taman ini bagus loh, seru lah buat piknik ama keluarga, cuman sayangnya enggak terawat ya, terlihat kotor dan kurang rapi. Entah emang kayak gini atau karena lagi ada corona aja, semoga ke depannya taman ini lebih diperhatikan oleh pihak terkait
 
***
 
Peta Lokasi Taman Wisata Alam Camplong Kupang
 

5 October 2020

Menikmati Pantai Kolbano dari Bukit Oetuke

Di hari pertama Trip "Timor Overland" kemarin, salah satu tujuan kita adalah Pantai Kolbano yang berlokasi di pantai selatan Kab Timor Tengah Selatan. Meskipun lumayan jauh, yaitu 150 km dari pusat Kota Kupang, tapi pantai ini selalu rame deh pas weekend.
 

FYI, ini bukan kunjungan yang pertama, sekitar tahun lalu kita udah pernah ke Pantai Kolbano ini, dan setelah setahun berlalu kondisinya masih tetap sama saja, jalan yang kita lalui juga belum ada perbaikan, masih ada beberapa spot yang berlubang lubang, tapi masih manusiawi lah ya, masih bisa ditoleransi.
 
Dari Kota Kupang, kita enggak langsung ke Kolbano, tapi ke Pantai Oetune dulu, berburu foto gurun pasir, heuheuheu, nah untuk postingan Pantai Oetune, nanti kutulis terpisah ya. Dari Pantai Oetune ke Pantai Kolbano kita tempuh dalam waktu hampir 1 jam, perjalanan agak terhambat karena banyak truk pengangkut batu yang lewat dan ada iring iringan mobil dinas militer dan bus bus dari arah berlawanan, kayaknya sih habis ada acara di kolbano.

Sesampainya di depan pintu masuk kolbano, rasa enggan untuk masuk itu tiba tiba muncul, lha gimana, rame banget cuy, parkiran juga penuh. Ya sudah akhirnya aku lanjutkan perjalanan mengikuti jalan ini, seingatku sih setelah kolbano ini ada bukit dengan pemandangan yang cantik, aku pernah survey di google maps.

Dengan pelan, aku ikuti jalan ini sambil tengok kanan kiri menikmati pemandangan yang ada, setelah pantai kolbano ini terlihat banyak karung karung berisi batu putih, beberapa masih di pantai, beberapa diangkut ke truk, yuph disini memang bisa dibilang pertambangan batu, eh tapi bisa disebut tambang enggak ya, lha mereka cuma ngambil batu di pantainya, lalu dimasukkan ke karung.

Yang uniknya tuh, batu batu ini enggak pernah abis lho, padahal tiap hari diangkut menggunakan truk menuju kupang, lalu dikirim ke Surabaya dan diekspor.

Setelah melewati pemandangan karung karung batu, perjalanan sedikit tersendat karena ada perbaikan jalan, beberapa truk berbaris menunggu giliran bongkar muat pasir, sedangkan di sisi lain ada alat berat yang meratakan pasir di jalan, sepertinya sih mau diaspal ulang.

 
Dan akhirnya bukit yang kita tuju terlihat juga, jalanan yang kita lalui ini mulai menanjak dan makin menanjak mengikuti kemiringan bukit, jalan yang awalnya aspal, di kemiringan bukit ini berubah menjadi cor beton, untungnya sih lumayan lebar dan dibuat kasar, jadi enggak licin. Nah di kemiringan bukit inilah pemandangan cantik itu bisa kita nikmati.

Aku memarkirkan kendaraan, turun lalu foto foto di jalan miring ini. Tidak sendiri, selain kita juga ada beberapa kelompok yang lagi asyik fotoan, kebanyakan yang kesini sih memang rombongan keluarga gitu.
 


Dari spot ini terlihat pantai kolbano di arah depan sana, melengkung dengan gradasi warna yang cantik. Sebenernya enggak sesuai ekspektasiku sih, sedikit terhalang oleh rimbunnya pepohonan di sebelah kiri, sedikit menghalangi cantiknya pemandangan Pantai Kolbano dari jauh.
 
Tidak lama kita di spot ini, karena waktu sudah sore dan kita harus melanjutkan perjalanan menuju Kota Soe, yang kira kira 2 jam dari sini dengan kecepatan sedang alias selow. Aku memang menghindari malam sih, karena jalur menuju Soe tuh gelap, naik turun dengan kelokan yang aduhai dan banyak truk besar lewat.
 
***
 
Peta Lokasi Spot Bukit Oetuke, NTT